Wednesday, August 17, 2011

M. Hatta, 4 tahun yang lalu


17 Agustus 2007 - sekitar jam 5:30

Suster datang menjenguk di kamar perawatanku. Katanya Klinik Prima Medika rame pagi ini. Banyak yang check in dan mau melahirkan. Bahkan ada yang jam 12 malam tadi sudah caesar demi tanggal sakral ini. Untung aku masih kebagian kamar, kalo enggak, repot juga ya harus nyari ruang bersalin di masa high season kayak gini.

Jam 6 pagi, kakak iparku datang ingin menemani. Kami mengobrol ngalor ngidul. Mataku bolak balik menatap jam di sela-sela percakapan kami. Sesekali tanganku mengusap perutku. Di dalamnya, jabang bayi menggeliat meminta ruangan lebih besar. Sabar ya nak, sebentar lagi aku berikan dunia untukmu.

Jam 6:40, aku memanggil suamiku. Aku minta dia untuk memanggilkan suster karena berdasarkan pantauanku, kontraksi sudah dimulai setengah jam yang lalu dengan selang waktu sekitar 5-7 menit di antaranya. Kakak iparku bingung, karena selama ini tak sekalipun aku menunjukkan bahwa sedang mengalami kontraksi.

Menjelang jam 7, aku di oper ke ruang bersalin. Beberapa ibu yang menunggu keluarga mereka tersenyum dan mendoakanku. Aaaah so sweet...

Setelah di cek, pembukaanku masih sedikit, tapi frekuensi kontraksi cukup teratur. Dokter bolak-balik keluar masuk ruangan. Lewat celah pintu yang sesekali terbuka, aku bisa melihat jejeran pasien lainnya di ruangan sebelah. Ada 1 pasien di ruangan sendiri sepertiku dan dari pintu ruangan itu, aku bisa melihat ruangan operasi. Aku melihat ada 3 pasang kaki yang terpisah oleh tirai hijau... wuiiih full house bener...

Dokter memperkirakan aku akan melahirkan menjelang atau setelah dzuhur. "Tenang dok, aku dan perutku tidak akan ke mana-mana" candaku.

Sambil menunggu, aku melatih pernafasan dan melihat sekelilingku, ketika suster datang aku ngobrol dengannya. Tiba-tiba di antara percakapan dan kontraksi, dari sela kakiku terdengar bunyi letupan keras seperti balon meletus, dibarengi dengan semburan cairan hangat. Waaah air ketubanku pecah dengan cara yang mengejutkan! Bahkan suster sampai kaget dan tertawa terbahak-bahak. Ia masih terus tertawa sambil membersihkan tembok yang terkena ledakan cairan amnion-ku. Hebat nih anak... his birth is lead by a bang!

Sekitar jam 7:45 dokter datang untuk pengecekan. Hmmm bukaan 5. "Bu, ibu masih bukaan 5, saya minta izin untuk operasi caesar sebentaaar aja ya. Saya mau siapin dulu, nanti sebelum operasi saya akan cek keadaan ibu lagi". Aku hanya mengangguk saja dan meneruskan latihan pernafasanku.

Ketika kontraksi makin kuat, aku lebih banyak memejamkan mata. Pun, ketika menjelang jam 8, ketika Ibuku melongok dari pintu dan mengacungkan jempolnya, aku cuma bisa melambaikan tangan dan meminta doa. Suamiku masih santai di sampingku.

Jam 8:00 dokter masuk ke ruanganku untuk memberitahu bahwa dia akan melakukan operasi caesar. "Dok, boleh cek sebentar gak? saya kok mules ya?" ujarku di sela-sela serangan kontraksi. Dokter segera menghampiri, dan memeriksa keadaanku. Dia melirik suster dan berkata "Bilang sama suster sebelah, operasi ditunda. Ibu ini sudah harus melahirkan!". Nahlo, so soon? Wokeh... bring it on.

Dengan kekuatan bismillah, dengan keyakinan, determinasi dan dorongan kuat dari bayiku, tepat jam 08:10 bayiku lahir. Saat melihatnya pertama kali aku membathin "Gede amat nih bayi... definitely lebih besar dari kakak-kakaknya. Ku kecup ia sebentar sebelum akhirnya suster membawanya untuk ditimbang dan lain lain. Aku bisiki suamiku "Ikutin susternya. Aku gak mau bayiku tertukar!". Baru ngelahirin masih parno hahahaha...

Ternyataaa di luar sana, Ibuku yang baru melongok aku tadi, beliau ke kamar rawatku dan meminta kakak iparku untuk menyiapkan makanan kecil untuk aku setelah melahirkan. Tau aja, aku selalu lapar setelah turun mesin. Baruuu saja memberikan instruksi, dia lewat kamar bersalinku dan mendengar tangisan bayi. Kaget bukan main, karena seingatnya, khan baru tadi mengacungkan jempol, kok udah ada jeritan bayi. Cepat dia membuka pintu, dan yang keluar adalah kepala suamiku "Udah lahir!" katanya cepat. Ibuku cuma bisa melihat sepintas, waktu bayinya masih baru keluar, dan masih belepotan. Cepat ditutupnya pintu. "Melehirkan kok cepet amat..." bathinnya... hahahaha... ibarat kata, aku bersin aja udah keluar tuh 3 anakku. Semuanya lancar, gak ribet, gak sakit... alhamdulillah... God took the pain from me.

Muhammad Hatta terlahir sehat, kuat dengan berat badan 3,65 kg dan panjang 52 cm. Yang terbesar di antara 9 bayi yang lahir pada hari itu. Woohoooo.

All patched up, aku dikembalikan ke kamar. Setelah mendapatkan peluk cium dari kakak iparku dan ibuku, aku berbaring di tempat tidur, memikirkan bayi yang baru saja ku lahirkan. Tak lama berselang, aku segera bangkit dan tertatih-tatih berjalan ke luar. Kemana ibu dan iparku? lupa... gak ngeh mereka ke mana.

Aku menyusuri tembok klinik dan melewati ibu-ibu yang tadi mendoakanku. "Neng, bukannya tadi mau melahirkan?"
"Iya bu, udah lahir kok... ini saya lagi nyari sendal saya... kayaknya ketinggalan di depan ruang bersalin."
Ibu itu geleng-geleng, "Ya ellah, neeeeng... manggil suster aja napa??".
"Kesian bu, lagi banyak pasien. Nah itu sendalnya"
Ibu itu masih bengong... Nih bocah, baru beranak udah jalan-jalan... wkwkwkwkwk... Windy gitu lho.

Saat aku melewati ruang bayi, aku melihat dari kaca, mencari-cari bayiku. Yang manaaa ya... untung saat itu suamiku menghampiri dan menunjuk 2 buntelan di dalam inkubator. Yang satu kecil yang satu besar.

"Hehehe, kecil banget anakku ya?" ujarku pelang
"Kecil? Anak lu yang gedee!!" ungkapnya sambil nyengir bangga... Waaaaaak!!

Aaaah... Muhammad Hatta, proses melahirkanmu begitu unik. Sama seperti kakak-kakakmu yang punya cerita sendiri. Ceritanya nanti aja ya, pas ultah mereka...

Mommy is crazy about you...

-si ndy-